"Land is viewed only as a commodity and not as a source of livelihood; nor was it viewed for its social and ecological benefits." - Sajogyo Institute
16 February 2022
Bogor, Indonesia
International Land Coalition Asia (ILC Asia) stands in solidarity with local communities in Indonesia who are protesting against the construction of a huge dam and the mining activities that would support it.
More than 60 people in Wadas village, Purworejo district, who for the past four years have opposed the plan to mine andesite in their village for the construction of a dam, were arrested by local authorities on 8 February during a massive protest. The Indonesian Human Rights Commission (Komnas HAM) have condemned the use of excessive force and violence against the protesters.
Wadas is one of the 12 villages in Central Java designated by the provincial government to be the site of a rock mine. The andesite gained from these villages would be used to supply the construction of the Bener Dam, a project that has been stirring a debate since it broke ground in 2018. The planned dam will be 159 meters high, making it the tallest dam in Indonesia and is designed to supply water and electricity to three regencies in the province, including Purworejo.
The project, part of Indonesia’s Strategic National Projects (PSN), would take about 600 hectares of land, most of which belongs to generations of smallholder farmers cultivating cardamom, durian, coconut, and many others. Many villagers have opposed it due to the potential loss of income and livelihoods if their land is appropriated for the project. Environmental rights defenders have also argued the destructive impact of the dam construction on the forests, especially since the benefits of dams are much outweighed by their construction's environmental and social costs.
Civil society organisations argued that there was a lack of participation of local communities in decision-making processes and demanded that the local government hear what they have to say. Maksum Syam of the Sajogyo Institute, a member of ILC, expressed the same concern. “It was apparent that the PSN programme was always problematic. The government used a top-down approach and never listened to the aspirations of local communities. Land is viewed only as a commodity and not as a source of livelihood; nor was it viewed for its social and ecological benefits.”
ILC Asia member the Indonesian Community Mapping Network (JKPP) expressed their concern over the potential environmental harm caused by the dam construction. It was revealed in the official document of the Spatial Planning in Purwerojo District Year 2011-2031 that the hilly contour lines of Wadas Village served as a water source, making the area vulnerable to drought and landslides.
As a coalition of 59 civil society organisations in 14 countries in Asia, including Indonesia, ILC Asia supports our members who have worked tirelessly to push for policies that prioritise the needs of local communities that depend on natural resources for their livelihoods. Together with our member organisations in Indonesia, we strongly urge the Government of Indonesia to refrain from using violence and intimidation against land rights defenders and promote an inclusive dialogue instead.
Bahasa Indonesia
Pernyataan Sikap: Solidaritas dengan komunitas petani dan masyarakat di Indonesia yang menentang aktivitas tambang untuk konstruksi Bendungan Bener
16 Februari 2022
Bogor, Indonesia
International Land Coalition Asia (ILC Asia) turut menyatakan solidaritas dengan masyarakat lokal di Indonesia yang menentang aktivitas tambang di Desa Wadas untuk kepentingan pembangunan Bendungan Bener.
Lebih dari 60 orang di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang selama empat tahun lebih menyuarakan protes terhadap rencana penambangan batu andesit di desa mereka untuk membangun Bendungan Bener, ditahan oleh polisi pada tanggal 8 Februari lalu di tengah aksi protes. Komnas HAM juga menentang kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga ketika aksi dilakukan.
Desa Wadas adalah satu dari 12 desa di Purworejo, Jawa Tengah, yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi untuk menjadi lokasi pertambangan. Batu andesit yang diambil dari tambang di desa-desa ini rencananya akan digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener, sebuah proyek yang menyebabkan banyak perdebatan sejak rencana pembangunan resmi dikeluarkan di tahun 2018. Bendungan Bener akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 159 meter, dan rencananya akan digunakan untuk memasok air dan listrik untuk tiga kabupten di Jawa Tengah, seperti Purworejo.
Proyek ini merupakan bagian dari Proyek Strategi Nasional (PSN) dan akan mengambil sekitar 600 hektar tanah, dimana sebagian besar tanah digunakan oleh warga selama beberapa generasi untuk bertani durian, kelapa, kapulaga, dan sebagainya. Banyak warga desa menentang proyek ini karena lahan yang dibebaskan akan mengancam pendapatan mereka sebagai petani dan hutan sebagai sumber kehidupan. Aktivis kelingkungan juga menyuarakan dampak dari pembangunan bendungan terhadap lingkungan dan hutan-hutan sekitar, apalagi mengingat bahwa keuntungan membangun sebuah bendungan tidak sebanding dengan biaya kelingkungan dan sosial yang disebabkan oleh pembangunan tersebut. Ditambah lagi, PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) melansir adanya kelebihan daya atau oversupply kapasitas pembangkit listrik di Jawa-Bali, yang membuat proyek ini terlihat tidak seperti prioritas lagi.
Banyak kelompok aktivis yang menyatakan minimnya partisipasi dari warga setempat baik dalam perencanaan pembangunan maupun dari pengambilan keputusan. Mereka meminta pemerintah, baik dalam level lokal maupun provinsi, mendengar suara mereka. Maksum Syam dari Sajogyo Institute, salah satu anggota ILC, juga menyuarakan hal yang sama.
“Program PSN nyatanya banyak bermasalah. Pemerintah menggunakan kebijakan top-down dan tidak pernah mengajak masyarakat secara luas untuk mendengar aspirasinya. Negara hanya akan melihat tanah sebagai komoditas, bukan sebagai sumber kehidupan maupun manfaat tanah untuk fungsi kelingkungan dan sosialnya.”
Anggota ILC lainnya, JKPP, memandang bahwa rencana penggalian batu andesit untuk bendungan Bener sangat membahayakan. Dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2031 dinyatakan bahwa Desa Wadas merupakan salah satu area resapan air. Jika ada konstruksi besar-besaran maka jenis kontur tanah di Desa Wadas yang berupa perbukitan akan rawan kekeringan dan longsor.
Sebagai sebuah koalisi 59 organisasi masyarakat sipil di 14 negara di Asia, termasuk Indonesia, ILC mendukung anggota-anggota kami yang telah bekerja keras mendorong kebijakan-kebijakan yang mengutamakan kebutuhan masyarakat, terutama mereka yang bergantung kepada tanah dan sumber daya alam untuk keberlangsungan hidup. Bersama dengan anggota kami di Indonesia, kami mendorong pemerintah Indonesia untuk tidak melakukan kekerasan atau mengintimidasi warga yang berusaha memperjuangkan hak mereka atas tanah, dan justru mengedepankan dialog yang inklusif.